TDO : KD 3.1 Memahami prinsip-prinsip Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Memahami prinsip-prinsip  Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Pada pertumuan kali ini kita akan membahas materi keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja. Pemahaman akan materi sangat penting dan mendasar, karena menyangkut keselamatan jiwa dan nama baik perusahaan.

Memahami prinsip-prinsip Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Bagian-bagian yang Sobat pelajari pada materi ini adalah pengertian, prinsip-prinsip penerapan K3, faktor-faktor penyebab kecelakaan, mengidentifikasi potensi kecelakaan kerja, dan lain-lain. Simak terus artikel ini.

1. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Pengertian (definisi) K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) umumnya terbagi menjadi 4 (empat) versi di antaranya ialah pengertian K3 menurut Filosofi, Keilmuan serta menurut standar OHSAS 18001:2007, dan Kepmenaker. Berikut adalah pengertian dan definisi K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) tersebut :

Pengertian (Definisi) K3 Menurut Filosofi (Mangkunegara),
“Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmani maupun rohani tenaga kerja khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil dan makmur.”

Pengertian (Definisi) K3 Menurut Keilmuan,
“Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah semua Ilmu dan Penerapannya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja (PAK), kebakaran, peledakan dan pencemaran lingkungan.”

Pengertian (Definisi) K3 Menurut OHSAS 18001:2007,
“Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah semua kondisi dan faktor yang dapat berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja maupun orang lain (kontraktor, pemasok, pengunjung dan tamu) di tempat kerja.”

Pengertian (Definisi) K3 Menurut Kepmenaker No. 463/MEN/1993.
“Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah upaya perlindungan yang ditujukan agar pekerja dan orang lain yang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat.”

Keempat versi pengertian K3 di atas adalah pengertian K3 yang umum (paling sering) digunakan di antara versi-versi pengertian K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) lainnya.

2. Prinsip-prinsip penerapan keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Memahami prinsip-prinsip  Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Prinsip-Prinsip Mendasar dalam K3

Hermansyah, SH. : Prinsip-Prinsip Mendasar dalam Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
Terdapat beberapa prinsip dalam pengaturan maupun pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Secara garis besar prinsip K3 adalah perlindungan terhadap pekerja hal ini sejalan dengan filosofi paling mendasar dari Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dalam menjamin keutuhan dan kesempurnaan melalui perlindungan atas keselamatan dan kesehatan para pekerja dalam menjalankan pekerjaannya.
  1. Imam Soepomo mengkategorikan perlindungan pekerja ke dalam tiga kelompok, yaitu perlindungan ekonomis, sosial dan teknis. Dimana K3 termasuk ke dalam kelompok perlindungan teknis.
  2. Prinsip berikutnya adalah bahwa jaminan atas kesehatan dan keselamatan kerja merupakan hak pekerja, ditetapkan juga bahwa jaminan tersebut mencakup perlindungan atas moral dan kesusilaan serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia maupun nilai-nilai agama sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 86 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Selanjutnya, hak tersebut dijamin kesamaan pelaksanaan dan kesempatan perolehannya, tanpa diskriminasi atas dasar apapun baik kepada pekerja yang memiliki status pekerja tetap, kontrak, harian, kasual, pekerja dari perusahaan labor supply dan pekerja lainnya.
  3. Prinsip ketiga adalah tanggung jawab pengusaha. Prinsip tersebut diatur dalam Pasal 1602w kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai berikut: “si majikan diwajibkan untuk mengatur dan memelihara ruangan-ruangan, piranti-piranti atau perkakas-perkakas dalam mana atau dengan mana ia menyuruh melakukan pekerjaan”
    • Terdapat juga beberapa teori yang membahas mengenai prinsip tersebut, diantaranya teori Risk Profesionelle, Employer`s Liability, Reasonable Care, maupun derivasi analog doktrin Vicarious Liability. Pokok bahasan dalam teori-teori tersebut adalah bahwa pengusaha selaku pemberi kerja, bertanggungjawab dalam konteks profesionalismenya sebagai pengusaha, atas kesehatan dan keselamatan kerja pekerja yang dipekerjakannya.
    • Pengusaha harus melakukan upaya-upaya preventif untuk melindungi pekerja dari kecelakaan kerja yang diperkirakan akan berisiko mengalami cedera, penyakit, kecacatan, sampai pada kematian. Apabila upaya-upaya yang telah dilakukan tersebut gagal, pengusaha tetap bertanggungjawab atas timbulnya risiko-risiko, dalam bentuk kompensasi/ganti kerugian.
    • Adapun sub prinsipnya mencakup tanggung jawab pengusaha untuk memastikan bahwa pekerja memahami adanya risiko, memastikan bahwa cara kerja yang akan dilakukan aman bagi pekerja (alat kerja dan cara mengoperasionalkannya aman), memastikan bahwa pekerja memahami langkah-langkah pencegahan timbulnya risiko dan bahwa sarana dan prasarana pencegahannya tersedia dengan memadai dan dalam kondisi baik. Sub prinsip berikutnya adalah bahwa tanggung jawab-tanggung jawab tersebut di atas tidak terwakilkan/tidak dapat dialihkan.
  4. Prinsip keempat adalah prinsip campur tangan negara atau intervensi pemerintah. Perlindungan hukum dalam perburuhan, khususnya bidang kesehatan, merupakan campur tangan negara atas kemungkinan perlakuan eksploitasi pengusaha sebagai pihak ekonomi kuat terhadap pekerja sebagai pihak ekonomi lemah. Perlindungan oleh negara umumnya termaktub dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat publik, sebagai pembatasan yang bersifat memaksa terhadap asas kebebasan berkontrak antara pengusaha dan buruh.

Sebelas Prinsip K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) pada OHSAS 18001

Seperti kita ketahui bahwa ISO 9001 didasarkan pada prinsip-prinsip manajemen mutu, ISO 19011 didasarkan pada prinsip-prinsip audit. OHSAS 18001 juga didasarkan pada beberapa prinsip, meskipun prinsip-prinsip tersebut tidak secara eksplisit tercantum dalam standar.
  1. Semua pekerja memiliki hak. Pekerja, serta pengusaha dan pemerintah, harus memastikan bahwa hak-hak tersebut dilindungi dan harus berusaha untuk membangun dan memelihara kondisi kerja yang layak dan lingkungan kerja yang layak.Lebih spesifik seperti berikut:
    • pekerjaan harus dilakukan dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat;
    • kondisi kerja harus konsisten sesuai dengan kesejahteraan pekerja dan martabat manusia;
    • kerja harus menawarkan kemungkinan nyata untuk prestasi pribadi, pemenuhan kebutuhan diri, dan pelayanan kepada masyarakat.
  2. Kebijakan K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) harus ditetapkan. kebijakan tersebut harus dilaksanakan baik di tingkat lokal dan perusahaan nasional. Kebijakan harus secara efektif dikomunikasikan kepada semua pihak yang terkait.
  3. Harus ada komunikasi yang baik antara mitra sosial (yaitu, pengusaha dan pekerja) dan pemangku kepentingan lainnya. Hal ini harus dilakukan selama formulasi, implementasi, dan peninjauan semua kebijakan, sistem, dan program.
  4. Program K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) dan kebijakan harus bertujuan baik dalam hal pencegahan dan perlindungan. Upaya harus difokuskan, terlebih pada pencegahan primer di tingkat tempat kerja. Tempat kerja dan lingkungan kerja harus direncanakan dan dirancang untuk menjadi aman dan sehat.
  5. Perbaikan terus-menerus K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) harus dipromosikan. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa hukum, peraturan, dan standar teknis nasional untuk mencegah kecelakaan kerja, penyakit, dan kematian yang disesuaikan secara berkala untuk kemajuan sosial, teknis, dan ilmiah dan perubahan lain dalam dunia kerja. Hal ini akan optimal dilakukan dengan cara pengembangan dan pelaksanaan kebijakan nasional, sistem nasional, dan program nasional.
  6. Informasi penting untuk pengembangan dan pelaksanaan program dan kebijakan yang efektif. Pengumpulan dan penyebaran informasi yang akurat tentang bahaya dan bahan berbahaya, pengawasan kerja, pemantauan kepatuhan terhadap kebijakan dan praktek yang baik, dan kegiatan terkait lainnya adalah pusat untuk pembentukan dan penegakan kebijakan yang efektif.
  7. Promosi Kesehatan adalah unsur utama dari praktik kesehatan kerja. Upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan pekerja fisik, mental, dan kesejahteraan sosial.
  8. Pelayanan kesehatan kerja yang mencakup semua pekerja harus dibentuk. Idealnya, semua pekerja di semua kategori harus memiliki akses ke layanan tersebut, yang bertujuan untuk melindungi dan meningkatkan kesehatan pekerja dan memperbaiki kondisi kerja.
  9. Pendidikan dan pelatihan merupakan komponen penting dari lingkungan kerja yang sehat dan aman. Pekerja dan pengusaha harus dibuat sadar akan pentingnya membangun prosedur kerja yang aman dan bagaimana melakukannya. Pelatih/trainer internal harus dilatih di bidang relevansi khusus untuk industri tertentu, sehingga mereka dapat mengatasi masalah K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) yang spesifik.
  10. Pekerja, pengusaha dan pejabat yang berwenang memiliki tanggung jawab, tugas, dan kewajiban tertentu. Misalnya, pekerja harus mengikuti prosedur keselamatan yang ditetapkan; pengusaha harus menyediakan tempat kerja yang aman dan menjamin akses ke pertolongan pertama; dan pihak yang berwenang harus menyusun, berkomunikasi, dan meninjau secara berkala dan memperbarui kebijakan K3 (keselamatan dan kesehatan kerja).
  11. Kebijakan harus ditegakkan. Harus ada sistem pemeriksaan dan evaluasi di tempat kerja untuk memastikan kesesuaian langkah-langkah K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) dan undang-undang tenaga kerja lainnya dengan implementasi yangs sesungguhnya.
Prinsip-prinsip yang harus ada dijalankan perusahaan dalam menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah sebagai berikut (Sutrisno dan Ruswandi, 2007):
  1. Adanya APD (Alat Pelindung Diri) di tempat kerja.
  2. Adanya buku petunjuk penggunaan alat dan atau isyarat bahaya.
  3. Adanya peraturan pembagian tugas dan tanggung jawab.
  4. Adanya tempat kerja yang aman sesuai standar SSLK (syarat-syarat lingkungan kerja) antara lain tempat kerja steril dari debu,kotoran, asap rokok, uap gas, radiasi, getaran mesin dan peralatan, kebisingan, tempat kerja aman dari arus listrik, lampu penerangan cukup memadai, ventilasi dan sirkulasi udara seimbang, adanya aturan kerja atau aturan keprilakuan.
  5. Adanya penunjang kesehatan jasmani dan rohani ditempat kerja.
  6. Adanya sarana dan prasarana yang lengkap ditempat kerja.
  7. Adanya kesadaran dalam menjaga keselamatan dan kesehatan kerja.

3. Faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja

Teori Tiga Faktor Utama (Three Main Factor Theory) Dari beberapa teori tentang faktor penyebab kecelakaan yang ada, salah satunya yang sering digunakan adalah teori tiga faktor utama (Three Main Factor Theory). Menurut teori ini disebutkan bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Ketiga faktor tersebut dapat diuraikan menjadi :

1. Faktor Manusia

Faktor lingkungan Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja faktor manusia

Usia

Usia harus mendapat perhatian karena akan mempengaruhi kondisi fisik, mental, kemampuan kerja, dan tanggung jawab seseorang. Umur pekerja juga diatur oleh Undang-Undang Perburuhan yaitu Undang-Undang tanggal 6 Januari 1951 No.1 Pasal 1 (Malayu S. P. Hasibuan, 2003:48).
Karyawan muda umumnya mempunyai fisik yang lebih kuat, dinamis, dan kreatif, tetapi cepat bosan, kurang bertanggung jawab, cenderung absensi, dan turnover-nya rendah (Malayu S. P. Hasibuan, 2003:54). Umum mengetahui bahwa beberapa kapasitas fisik, seperti penglihatan, pendengaran dan kecepatan reaksi, menurun sesudah usia 30 tahun atau lebih. Sebaliknya mereka lebih berhati-hati, lebih dapat dipercaya dan lebih menyadari akan bahaya dari pada tenaga kerja usia muda. Efek menjadi tua terhadap terjadinya kecelakaan masih terus ditelaah.

Baca juga: Memahami prinsip-prinsip pengendalian kontaminasi

Namun begitu terdapat kecenderungan bahwa beberapa jenis kecelakaan kerja seperti terjatuh lebih sering terjadi pada tenaga kerja usia 30 tahun atau lebih dari pada tenaga kerja berusia sedang atau muda. 22 Juga angka beratnya kecelakaan rata-rata lebih meningkat mengikuti pertambahan usia ( Suma’mur PK., 1989:305 ).

Jenis Kelamin

Jenis pekerjaan antara pria dan wanita sangatlah berbeda. Pembagian kerja secara sosial antara pria dan wanita menyebabkan perbedaan terjadinya paparan yang diterima orang, sehingga penyakit yang dialami berbeda pula. Kasus wanita lebih banyak daripada pria (Juli Soemirat, 2000:57). Secara anatomis, fisiologis, dan psikologis tubuh wanita dan pria memiliki perbedaan sehingga dibutuhkan penyesuaian-penyesuaian dalam beban dan kebijakan kerja, diantaranya yaitu hamil dan haid. Dua peristiwa alami wanita itu memerlukan penyesuaian kebijakan yang khusus.

Masa kerja

Masa kerja adalah sesuatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja bekerja disuatu tempat. Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif maupun negatif. Memberi pengaruh positif pada kinerja bila dengan semakin lamanya masa kerja personal semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya. Sebaliknya, akan memberi pengaruh negatif apabila dengan semakin lamanya masa kerja akan timbul kebiasaan pada tenaga kerja. Hal ini biasanya terkait dengan pekerjaan yang bersifat monoton atau berulang-ulang. Masa kerja dikategorikan menjadi tiga yaitu: 1. Masa Kerja baru : < 6 tahun 2. Masa Kerja sedang : 6 – 10 tahun 3. Masa Kerja lama : < 10 tahun (MA. Tulus, 1992:121).

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Penggunaan alat pelindung diri yaitu penggunaan seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja. APD tidak secara sempurna dapat melindungi tubuhnya, tetapi akan dapat mengurangi tingkat keparahan yang mungkin terjadi. Penggunaan alat pelindung diri dapat mencegah kecelakaan kerja sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap dan praktek pekerja dalam penggunaan alat pelindung diri.

Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat ia hidup, proses sosial yakni orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga ia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal (Achmad Munib, dkk., 2004:33). Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka mereka cenderung untuk menghindari potensi bahaya yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan.

Perilaku

Variabel perilaku adalah salah satu di antara faktor individual yang mempengaruhi tingkat kecelakaan. Sikap terhadap kondisi kerja, kecelakaan dan praktik kerja yang aman bisa menjadi hal yang penting karena ternyata lebih banyak persoalan yang disebabkan oleh pekerja yang ceroboh dibandingkan dengan mesin-mesin atau karena ketidakpedulian karyawan.
Pada satu waktu, pekerja yang tidak puas dengan pekerjaannya dianggap memiliki tingkat kecelakaan kerja yang lebih tinggi. Namun demikian, asumsi ini telah dipertanyakan selama beberapa tahun terakhir. Meskipun kepribadian, sikap karyawan, dan karakteristik individual karyawan tampaknya berpengaruh pada kecelakaan kerja, namun hubungan sebab akibat masih sulit dipastikan.

Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pelatihan adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat, dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori, dalam hal ini yang dimaksud adalah pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja.
Timbulnya kecelakaan bekerja biasanya sebagai akibat atas kelalaian tenaga kerja atau perusahaan. Adapun kerusakan-kerusakan yang timbul, misalnya kerusakan mesin atau kerusakan produk, sering tidak diharapkan perusahaan maupun tenaga kerja. Namun tidak mudah menghindari kemungkinan timbulnya risiko kecelakaan dan kerusakan.
Apabila sering timbul hal tersebut, tindakan yang paling tepat dan harus dilakukakan manajemen tenaga kerja adalah melakukan pelatihan. Penyelenggaraan pelatihan dimaksudkan agar pemeliharaan terhadap alat-alat kerja dapat ditingkatkan. Salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah mengurangi timbulnya kecelakaan kerja, kerusakan, dan peningkatan pemeliharaan terhadap alat-alat kerja.
Peraturan K3
Peraturan perundangan adalah ketentuan-ketentuan yang mewajibkan mengenai kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervisi medis, P3K dan perawatan medis. Ada tidaknya peraturan K3 sangat berpengaruh dengan kejadian kecelakaan kerja. Untuk itu, sebaiknya peraturan dibuat dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya untuk mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan

2. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja

Kebisingan

Bising adalah suara/bunyi yang tidak diinginkan . Kebisingan pada tenaga kerja dapat mengurangi kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi/percakapan antar pekerja, mengurangi konsentrasi, menurunkan daya dengar dan tuli akibat kebisingan. Sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja, Intensitas kebisingan yang dianjurkan adalah 85 dBA untuk 8 jam kerja (Tabel 3).

Suhu Udara

Dari suatu penyelidikan diperoleh hasil bahwa produktivitas kerja manusia akan mencapai tingkat yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24°C- 27°C. Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku dan kurangnya koordinasi otot. Suhu panas terutama berakibat menurunkan prestasi kerja pekerja, mengurangi kelincahan, memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan, mengganggu kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris, serta memudahkan untuk dirangsang.

Sedangkan menurut Grandjean dikondisi panas sekeliling yang berlebih akan mengakibatkan rasa letih dan kantuk, mengurangi kestabilan dan meningkatkan jumlah angka kesalahan kerja. Hal ini akan menurunkan daya kreasi tubuh manusia untuk menghasilkan panas dengan jumlah yang sangat sedikit.

Penerangan

Penerangan ditempat kerja adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi benda-benda di tempat kerja. Banyak obyek kerja beserta benda atau alat dan kondisi di sekitar yang perlu dilihat oleh tenaga kerja. Hal ini penting untuk menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi.
Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat obyek yang dikerjakan secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya tidak perlu. Penerangan adalah penting sebagai suatu faktor keselamatan dalam lingkungan fisik pekerja. Beberapa penyelidikan mengenai hubungan antara produksi dan penerangan telah memperlihatkan bahwa penerangan yang cukup dan diatur sesuai dengan jenis pekerjaan yang harus dilakukan secara tidak langsung dapat mengurangi banyaknya kecelakaan.
Faktor penerangan yang berperan pada kecelakaan antara lain kilauan cahaya langsung pantulan benda mengkilap dan bayang-bayang gelap (ILO, 1989:101). Selain itu pencahayaan yang kurang memadai atau menyilaukan akan melelahkan mata. Kelelahan mata akan menimbulkan rasa kantuk dan hal ini berbahaya bila karyawan mengoperasikan mesin-mesin berbahaya sehingga dapat menyebabkan kecelakaan (Depnaker RI, 1996:45).
Lantai licin
Lantai dalam tempat kerja harus terbuat dari bahan yang keras, tahan air dan bahan kimia yang merusak (Bennet NB. Silalahi, 1995:228). Karena lantai licin akibat tumpahan air, tahan minyak atau oli berpotensi besar terhadap terjadinya kecelakaan, seperti terpeleset.

3. Faktor Peralatan

Faktor lingkungan Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja aktor peralatan

Kondisi mesin

Dengan mesin dan alat mekanik, produksi dan produktivitas dapat ditingkatkan. Selain itu, beban kerja faktor manusia dikurangi dan pekerjaan dapat lebih berarti. Apabila keadaan mesin rusak, dan tidak segera diantisipasi dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. 2.1.7.3.2 Ketersediaan alat pengaman mesin.
Mesin dan alat mekanik terutama diamankan dengan pemasangan pagar dan perlengkapan pengamanan mesin ata disebut pengaman mesin. Dapat ditekannya angka kecelakaan kerja oleh mesin adalah akibat dari secara meluasnya dipergunakan pengaman tersebut. Penerapan tersebut adalah pencerminan kewajiban perundang-undangan, pengertian dari pihak yang bersangkutan, dan sebagainya.
Letak mesin
Terdapat hubungan yang timbal balik antara manusia dan mesin. Fungsi manusia dalam hubungan manusia mesin dalam rangkaian produksi adalah sebagai pengendali jalannya mesin tersebut. Mesin dan alat diatur sehingga cukup aman dan efisien untuk melakukan pekerjaan dan mudah (AM. Sugeng Budiono, 2003:65).
Termasuk juga dalam tata letak dalam menempatkan posisi mesin. Semakin jauh letak mesin dengan pekerja, maka potensi bahaya yang menyebabkan kecelakaan akan lebih kecil. Sehingga dapat mengurangi jumlah kecelakaan yang mungkin terjadi.

4. Pencegahan Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja dapat dicegah dengan memperhatikan beberapa faktor, antara lain sebagai berikut (Suma’mur, 2009):

a. Faktor Lingkungan

Lingkungan kerja yang memenuhi persyaratan pencegahan kecelakaan kerja, yaitu:
  1. Memenuhi syarat aman, meliputi higiene umum, sanitasi, ventilasi udara, pencahayaan dan penerangan di tempat kerja dan pengaturan suhu udara ruang kerja.
  2. Memenuhi syarat keselamatan, meliputi kondisi gedung dan tempat kerja yang dapat menjamin keselamatan.
  3. Memenuhi penyelenggaraan ketatarumahtanggaan, meliputi pengaturan penyimpanan barang, penempatan dan pemasangan mesin, penggunaan tempat dan ruangan.

b. Faktor Mesin dan peralatan kerja

Mesin dan peralatan kerja harus didasarkan pada perencanaan yang baik dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku. Perencanaan yang baik terlihat dari baiknya pagar atau tutup pengaman pada bagian-bagian mesin atau perkakas yang bergerak, antara lain bagian yang berputar. Bila pagar atau tutup pengaman telah terpasang, harus diketahui dengan pasti efektif tidaknya pagar atau tutup pengaman tersebut yang dilihat dari bentuk dan ukurannya yang sesuai terhadap mesin atau alat serta perkakas yang terhadapnya keselamatan pekerja dilindungi.

c. Faktor Perlengkapan kerja

Alat pelindung diri merupakan perlengkapan kerja yang harus terpenuhi bagi pekerja. Alat pelindung diri berupa pakaian kerja, kacamata, sarung tangan, yang kesemuanya harus cocok ukurannya sehingga menimbulkan kenyamanan dalam penggunaannya.

d. Faktor manusia

Pencegahan kecelakaan terhadap faktor manusia meliputi peraturan kerja, mempertimbangkan batas kemampuan dan ketrampilan pekerja, meniadakan hal-hal yang mengurangi konsentrasi kerja, menegakkan disiplin kerja, menghindari perbuatan yang mendatangkan kecelakaan serta menghilangkan adanya ketidakcocokan fisik dan mental.

Kecelakaan kerja juga dapat dikurangi, dicegah atau dihindari dengan menerapkan program yang dikenal dengan tri-E atau Triple E, yaitu (Sedarmayanti,2011):
  1. Engineering (Teknik). Engineering artinya tindakan pertama adalah melengkapi semua perkakas dan mesin dengan alat pencegah kecelakaan (safety guards) misalnya tombol untuk menghentikan bekerjanya alat/mesin (cut of switches) serta alat lain, agar mereka secara teknis dapat terlindungi.
  2. Education (Pendidikan). Education artinya perlu memberikan pendidikan dan latihan kepada para pegawai untuk menanamkan kebiasaan bekerja dan cara kerja yang tepat dalam rangka mencapai keadaan yang aman (safety) semaksimal mungkin.
  3. Enforcement (Pelaksanaan). Enforcement artinya tindakan pelaksanaan, yang memberi jaminan bahwa peraturan pengendalian kecelakaan dilaksanakan.

5. Mengidentifikasi Potensi Kecelakaan Kerja

A. Potensi Bahaya Faktor Kimia

Risiko kesehatan timbul dari pajanan berbagai bahan kimia. Banyak bahan kimia yang memiliki sifat beracun dapat memasuki aliran darah dan menyebabkan kerusakan pada sistem tubuh dan organ lainnya. Bahan kimia berbahaya dapat berbentuk padat, cairan, uap, gas, debu, asap atau kabut dan dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara utama antara lain:
  1. Inhalasi (menghirup): Dengan bernapas melalui mulut atau hidung, zat beracun dapat masuk ke dalam paru-paru. Seorang dewasa saat istirahat menghirup sekitar lima liter udara per menit yang mengandung debu, asap, gas atau uap. Beberapa zat, seperti fiber/serat, dapat langsung melukai paru- paru. Lainnya diserap ke dalam aliran darah dan mengalir ke bagian lain dari tubuh.
  2. Pencernaan (menelan): Bahan kimia dapat memasuki tubuh jika makan makanan yang terkontaminasi, makan dengan tangan yang terkontaminasi atau makan di lingkungan yang terkontaminasi. Zat di udara juga dapat tertelan saat dihirup, karena bercampur dengan lendir dari mulut, hidung atau tenggoroka Zat beracun mengikuti rute yang sama sebagai makanan bergerak melalui usus menuju perut.
  3. Penyerapan ke dalam kulit atau kontak invasif: Beberapa di antaranya adalah zat melewati kulit dan masuk ke pembuluh darah, biasanya melalui tangan dan waja Kadang-kadang, zat-zat juga masuk melalui luka dan lecet atau suntikan (misalnya kecelakaan medis).
Guna mengantisipasi dampak negatif yang mungkin terjadi di lingkungan kerja akibat bahaya faktor kimia maka perlu dilakukan pengendalian lingkungan kerja secara teknis sehingga kadar bahan-bahan kimia di udara lingkungan kerja tidak melampaui nilai ambang batas (NAB).

B. Potensi Bahaya Faktor Fisik

Faktor fisik adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat fisika antara lain kebisingan, penerangan, getaran, iklim kerja, gelombang mikro dan sinar ultra ungu. Faktor-faktor ini mungkin bagian tertentu yang dihasilkan dari proses produksi atau produk samping yang tidak diinginkan.

Kebisingan

Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat- alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat me- nimbulkan gangguan pendengaran. Suara keras, berlebihan atau berkepanjangan dapat merusak jaringan saraf sensitif di telinga, menyebabkan kehilangan pendengaran sementara atau permanen. Hal ini sering diabaikan sebagai masalah kesehatan, tapi itu adalah salah satu bahaya fisik utama. Batasan pajanan terhadap kebisingan ditetapkan nilai ambang batas sebesar 85 dB selama 8 jam sehari.
Penerangan

Penerangan di setiap tempat kerja harus memenuhi syarat untuk melakukan pekerjaan. Penerangan yang sesuai sangat penting untuk peningkatan kualitas dan produktivitas. Sebagai contoh, pekerjaan perakitan benda kecil membutuhkan tingkat penerangan lebih tinggi, misalnya mengemas kotak.
Studi menunjukkan bahwa perbaikan penerangan, hasilnya terlihat langsung dalam peningkatan produktivitas dan pengurangan kesalahan. Bila penerangan kurang sesuai, para pekerja terpaksa membungkuk dan mencoba untuk memfokuskan penglihatan mereka, sehingga tidak nyaman dan dapat menyebabkan masalah pada punggung dan mata pada jangka panjang dan dapat memperlambat pekerjaan mereka.

Getaran

Getaran adalah gerakan bolak-balik cepat (reciprocating), memantul ke atas dan ke bawah atau ke belakang dan ke depan. Gerakan tersebut terjadi secara teratur dari benda atau media dengan arah bolak balik dari kedudukannya. Hal tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap semua atau sebagian dari tubuh.
Misalnya, memegang peralatan yang bergetar sering mempengaruhi tangan dan lengan pengguna, menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan sirkulasi di tangan. Sebaliknya, mengemudi traktor di jalan bergelombang dengan kursi yang dirancang kurang sesuai sehingga menimbulkan getaran ke seluruh tubuh, dapat mengakibatkan nyeri punggung bagian bawah.
Getaran dapat dirasakan melalui lantai dan dinding oleh orang-orang disekitarnya. Misalnya, mesin besar di tempat kerja dapat menimbulkan getaran yang mempengaruhi pekerja yang tidak memiliki kontak langsung dengan mesin tersebut dan menyebabkan nyeri dan kram otot.
Batasan getaran alat kerja yang kontak langsung maupun tidak langsung pada lengan dan tangan tenaga kerja ditetapkan sebesar 4 m/detik2.
Iklim kerja
Ketika suhu berada di atas atau di bawah batas normal, keadaan ini memperlambat pekerjaan. Ini adalah respon alami dan fisiologis dan merupakan salah satu alasan mengapa sangat penting untuk mempertahankan tingkat kenyamanan suhu dan kelembaban ditempat kerja.
Faktor- faktor ini secara signifikan dapat berpengaruh pada efisiensi dan produktivitas individu pada pekerja. Sirkulasi udara bersih di ruangan tempat kerja membantu untuk memastikan lingkungan kerja yang sehat dan mengurangi pajanan bahan kimia. Sebaliknya, ventilasi yang kurang sesuai dapat:
  1. mengakibatkan pekerja kekeringan atau kelembaban yang berlebihan;
  2. menciptakan ketidaknyamanan bagi para pekerja;
  3. mengurangi konsentrasi pekerja, akurasi dan perhatian mereka untuk praktek kerja yang aman.
Agar tubuh manusia berfungsi secara efisien, perlu untuk tetap berada dalam kisaran suhu normal. Untuk itu diperlukan iklim kerja yang sesuai bagi tenaga kerja saat melakukan pekerjaan.
Iklim kerja merupakan hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat dari pekerjaannya.iklim kerja berdasarkan suhu dan kelembaban ditetapkan dalam Kepmenaker No 51 tahun 1999 diatur dengan memperhatikan perbandingan waktu kerja dan waktu istirahat setiap hari dan berdasarkan beban kerja yang dimiliki tenaga kerja saat bekerja (ringan, sedang dan berat).
Radiasi Tidak Mengion

Radiasi gelombang elektromagnetik yang berasal dari radiasi tidak mengion antara lain gelombang mikro dan sinar ultra ungu (ultra violet).

Gelombang mikro digunakan antara lain untuk gelombang radio, televisi, radar dan telepon. Gelombang mikro mempunyai frekuensi 30 kilo hertz – 300 giga hertz dan panjang gelombang 1 mm – 300 cm. Radiasi gelombang mikro yang pendek < 1 cm yang diserap oleh permukaan kulit dapat menyebabkan kulit seperti terbakar. Sedangkan gelombang mikro yang lebih panjang (> 1 cm) dapat menembus jaringan yang lebih dalam.
Radiasi sinar ultra ungu berasal dari sinar matahari, las listrik, laboratorium yang menggunakan lampu penghasil sinar ultra violet. Panjang felombang sinar ultra violet berkisar 1 – 40 nm. Radiasi ini dapat berdampak pada kulit dan mata.

C. Potensi Bahaya Faktor Biologi

Faktor biologi penyakit akibat kerja sangat beragam jenisnya. Seperti pekerja di pertanian, perkebunan dan kehutanan termasuk di dalam perkantoran yaitu indoor air quality, banyak menghadapi berbagai penyakit yang disebabkan virus, bakteri atau hasil dari pertanian, misalnya tabakosis pada pekerja yang mengerjakan tembakau, bagasosis pada pekerja – pekerja yang menghirup debu-debu organic misalnya pada pekerja gandum (aspergillus) dan di pabrik gula,. Penyakit paru oleh jamur sering terjadi pada pekerja yang menghirup debu organik, misalnya pernah dilaporkan dalam kepustakaan tentang aspergilus paru pada pekerja gandum.
Demikian juga “grain asma” sporotrichosis adalah salah satu contoh penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur kuku sering diderita para pekerja yang tempat kerjanya lembab dan basah atau bila mereka terlalu banyak merendam tangan atau kaki di air seperti pencuci. Agak berbeda dari faktor-faktor penyebab penyakit akibat kerja lainnya, faktor biologis dapat menular dari seorang pekerja ke pekerja lainnya. Usaha yang lain harus pula ditempuh cara pencegahan penyakit menular, antara lain imunisasi dengan pemberian vaksinasi atau suntikan, mutlak dilakukan untuk pekerja-pekerja di Indonesia sebagai usaha kesehatan biasa.
Imunisasi tersebut berupa imunisasi dengan vaksin cacar terhadap variola, dan dengan suntikan terhadap kolera, tipus dan para tipus perut. Bila memungkinkan diadakan pula imunisasi terhadap TBC dengan BCG yang diberikan kepada pekerja-pekerja dan keluarganya yang reaksinya terhadap uji Mantaoux negatif, imunisasi terhadap difteri, tetanus, batuk rejan dari keluarga-keluarga pekerja sesuai dengan usaha kesehatan anak-anak dan keluarganya, sedangkan di Negara yang maju diberikan pula imunisasi dengan virus influenza.

D. Potensi Bahaya Faktor Ergonomi dan Pengaturan Kerja

Industri barang dan jasa telah mengembangkan kualitas dan produktivitas. Restrukturisasi proses produksi barang dan jasa terbukti meningkatkan produktivitas dan kualitas produk secara langsung berhubungan dgn disain kondisi kerja Pengaturan cara kerja dapat memiliki dampak besar pada seberapa baik pekerjaan dilakukan dan kesehatan mereka yang melakukannya. Semuanya dari posisi mesin pengolahan sampai penyimpanan alat-alat dapat menciptakan hambatan dan risiko.
Penyusunan tempat kerja dan tempat duduk yang sesuai harus diatur sedemikian sehingga tidak ada pengaruh yang berbahaya bagi kesehatan. Tempat – tempat duduk yang cukup dan sesuai harus disediakan untuk pekerja-pekerja dan pekerja- pekerja harus diberi kesempatan yang cukup untuk menggunakannya.
Prinsip ergonomi adalah mencocokan pekerjaan untuk pekerja.
Ini berarti mengatur pekerjaan dan area kerja untuk disesuaikan dengan kebutuhan pekerja, bukan mengharapkan pekerja untuk menyesuaikan diri. Desain ergonomis yang efektif menyediakan workstation, peralatan dan perlengkapan yang nyaman dan efisien bagi pekerja untuk digunakan.
Hal ini juga menciptakan lingkungan kerja yang sehat, karena mengatur proses kerja untuk mengendalikan atau menghilangkan potensi bahaya. Tenaga kerja akan memperoleh keserasian antara tenaga kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya. Cara bekerja harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan ketegangan otot, kelelahan yang berlebihan atau gangguan kesehatan yang lain.
Risiko potensi bahaya ergonomi akan meningkat:
  1. dengan tugas monoton, berulang atau kecepatan tinggi;
  2. dengan postur tidak netral atau canggung;
  3. bila terdapat pendukung yang kurang sesuai;
  4. bila kurang istirahat yang cukup.

6. Resiko Kecelakaan Kerja

Sesuai hasil survei Pinkerton-Fortune 1000, gangguan di tempat kerja dan bencana merupakan ancaman peringkat atas yang dihadapi dunia usaha di Amerika Serikat. Kedua ancaman tersebut berkaitan dengan aspek Keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan.
Resiko K3 adalah Risiko yang berkaitan dengan sumber bahaya yang timbul dalam aktivitas bisnis yang menyakut aspek manusia, peralatan, material, dan lingkungan kerja. Umumnya resiko K3 di konotasikan sebagai hal negatif (negative inpact) antara lain :
  1. kecelakaan terhadap manusia dan aset perusahaan
  2. kebakaran dan peledakan
  3. penyakit akibat kerja
  4. kerusakan sarana produksi
  5. ganguan operasi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *